M. Aan Mansyur, dalam sebuah catatan yang ia tulis, mengungkap bahwa hal paling penting dari perpustakaan adalah apa yang bisa dilakukan oleh manusia di dalamnya. Buku hanya alat. Dan senin kemarin, di Taman Buku Madrasah Fattah Hasyim Kampus II telah terselenggara secara eksklusif bedah buku “Tasawuf Kiai Sholeh Darat”. Acara yang dimulai pada pukul 10.00 WIB ini dihadiri oleh 30 siswi kelas 11 MA Fattah Hasyim. Mereka antusias untuk mendalami tema tasawuf yang akan menjadi materi mereka di kelas 12, khususnya dalam konteks Kitab Hidayatul Adzkiya’ sekaligus menjadi bekal penulisan karya nantinya.
Dibuka dengan sambutan hangat dari moderator, Shara Azzahria Rahmat, yang memandu jalannya kegiatan dengan penuh semangat. Dalam pembukaan, ia mengungkapkan betapa pentingnya kegiatan ini untuk mengasah kemampuan menulis dan berpikir kritis para siswa. Selanjutnya, moderator memperkenalkan pemateri, Bapak H. Miftahul Ulum, S.HI., M.Pd.I,.
Setelah perkenalan, Kepala Bid. Kurikulum Madrasah Fattah Hasyim sekaligus penerjemah buku “Tasawuf Kiai Sholeh Darat” dan “Hikam KH. Sholeh Darat” ini mengawali sesi dengan menjelaskan latar belakang dan tujuan dari buku “Tasawuf Kiai Sholeh Darat”. Ia menjelaskan bahwa buku ini merupakan usaha untuk meneruskan ajaran-ajaran tasawuf yang telah diwariskan oleh Kiai Sholeh Darat, seorang ulama terkemuka yang memiliki pengaruh besar dalam pengembangan pemikiran Islam di Indonesia. Pemateri menekankan pentingnya tasawuf dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membentuk akhlak dan karakter yang baik.
Sesi bedah buku memasuki inti pembahasan, di mana Bapak H. Miftahul Ulum membagikan pemikiran-pemikiran mendalam yang terdapat dalam buku tersebut. Ia mengutip beberapa pernyataan dari Kiai Sholeh Darat yang mengajak para santri untuk memahami dan mengamalkan ajaran tasawuf dalam kehidupan mereka. Dalam penjelasannya, ia menyatakan, “Kita adalah santri dari seorang kiai yang mempunyai puluhan karya, yaitu Romo KH. Djamaluddin Ahmad. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meneruskan tradisi literasi ini.”
Dalam sesi ini, Miftahul Ulum juga menyampaikan kutipan inspiratif dari tokoh-tokoh literasi terkenal. Salah satunya adalah dari Ali Mustofa Ya’qub yang menyatakan, “Jangan mati dulu sebelum anda mempunyai karya.” Kutipan ini menjadi pengingat bagi para peserta bahwa menulis adalah salah satu cara untuk meninggalkan jejak yang berarti dalam sejarah. Selain itu, ia juga menyampaikan pandangan Pramoedya Ananta Toer bahwa, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Pentingnya menulis sebagai warisan intelektual menjadi tema sentral dalam diskusi ini. Bapak H. Miftahul Ulum menekankan bahwa menjaga tradisi literasi bukanlah hal yang sulit. “Membuat karya adalah hal yang sangat memungkinkan. Kita harus menumbuhkan rasa percaya diri untuk berkarya,” ujarnya.
Beliau juga mengajak peserta untuk merasa bangga menjadi bagian dari tradisi ini. Bagaimanapun juga, tambahnya, semaju apapun zaman kita akan tetap butuh adanya regenerasi dan ketersambungan sanad kepenulisan. Beliau juga memberikan motivasi bahwa kita adalah santri dari seorang kiai yang mempunyai puluhan karya, yaitu Romo KH. Djamaluddin Ahmad. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meneruskan tradisi literasi ini.
Sesi tanya jawab dan diskusi menjadi momen interaktif yang dinantikan. Para peserta terlihat antusias mengajukan pertanyaan dan berbagi pendapat. Salah satu peserta, Alyanisa Atika, mengungkapkan kegembiraannya, “Alhamdulillah, saya dapat ilmu baru dan merasa lebih dekat dengan guru yang memiliki ketertarikan dengan menulis. Ini memotivasi saya untuk berkarya di kelas 12 nanti.”
Acara ditutup dengan harapan dari Ibu Uswatun Chasanah, M.Pd., yang merupakan penanggung jawab acara. Ia berharap kegiatan ini dapat menjadi langkah awal bagi siswa dalam membangun keterampilan menulis karya. “Semoga ini bias menjadi langkah awal siswa kelas 11 dalam membangun keterampilan menulis karya,” tutupnya.
Dengan berakhirnya acara, para peserta pulang dengan semangat baru dan tekad untuk berkontribusi dalam dunia literasi. Bedah buku ini bukan hanya sekadar diskusi, tetapi juga merupakan langkah nyata dalam membangun generasi penulis yang akan membawa tradisi literasi ke arah yang lebih baik. Melalui kegiatan ini, diharapkan para siswa tidak hanya menjadi pembaca yang baik tetapi juga penulis yang mampu menyampaikan pemikiran dan ide-ide segar.