FH Media – Ketua Komite Madrasah Fattah Hasyim, K.H. Muhammad Abdul Jabbar, menekankan pentingnya aspek tarbiyah (pendidikan karakter dan akhlak) sebagai inti dari proses pendidikan di Madrasah Fattah Hasyim. Hal ini disampaikannya dalam rapat pleno tahun ajaran 2025/2026 yang berlangsung di Halaman Masjid Al-Muhibbin, Selasa, 08 Juli 2025.
Dalam sambutannya, K.H. Abdul Jabbar mengungkapkan bahwa berdirinya Madrasah Fattah Hasyim diinisiasi oleh Romo K.H. M. Djamaluddin Ahmad dengan satu tujuan utama: menyatukan pesantren dan madrasah sebagai kesatuan yang komplit dalam menta’lim (mengajarkan ilmu) dan mentarbiyah (mendidik akhlak).
Beliau menyoroti perbedaan signifikan antara madrasah berbasis pesantren dengan sekolah non-pesantren di era modern. “Jika Anda ingin anak yang sukses akademik, nilai bagus di raportnya, maka ta’lim saja cukup,” jelasnya. “Tapi ketika kita bicara tentang pribadi yang baik secara akademik dan baik secara perilaku (berakhlakul karimah), maka seperti yang ditanamkan Romo Kyai Djamal, itu membutuhkan tarbiyah.”
K.H. Abdul Jabbar menambahkan, banyak institusi yang bisa mengajarkan ilmu, namun tidak banyak yang mampu mendidik karakter. Oleh karena itu, ia meyakinkan para wali peserta didik bahwa pilihan menitipkan putra-putri mereka di Madrasah Fattah Hasyim adalah tepat. Lingkungan pondok pesantren, seperti tradisi guru berwudhu sebelum mengajar dan murid berdoa bersama, menjadi langkah awal tarbiyah yang esensial. “Ilmu adalah nur atau cahaya. Apabila pelajar ilmu dalam keadaan suci, maka akan mudah sampai ke hatinya,” imbuhnya.
Kesuksesan dalam mewujudkan ta’lim dan tarbiyah ini, menurut K.H. Abdul Jabbar, tidak bisa berjalan tanpa keterlibatan tiga unsur utama:
1. Murid itu sendiri: Harus memiliki ketekunan dalam belajar. Mengutip Sayyid Alwy al-Maliki, manfaat dan berkah ilmu didapatkan dengan berkhidmah (adab dan akhlak).
2. Orang tua: Peran orang tua adalah “nyengkuyung” atau mendukung penuh, bukan hanya secara materi, tapi juga “taslim” (pasrah penuh) kepada kiai, guru, dan madrasah. Jika ta’lim memiliki kurikulum, tarbiyah tidak. Setiap pengasuh memiliki “kurikulum” tarbiyahnya sendiri. “Anak tekun, orang tua taslim,” tegas K.H. Abdul Jabbar. Selain itu, orang tua juga diimbau untuk rutin ber-riyadhoh (berdoa) untuk anak-anaknya.
3. Guru: Guru yang mengajar dengan hati yang ikhlas akan lebih mudah menyampaikan ilmu, dan murid akan lebih mudah menerimanya dengan hati.
“Semoga kita semua diberikan kemudahan dan keistiqomahan dalam menta’lim dan mentarbiyah putra-putri kita semua,” tutup K.H. Abdul Jabbar.